KORDINAT.ID, Nasional – Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) ke IV Pengurus Besar Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (PB Lesbumi NU) secara hybrid digelar di Pondok Pesantren Kaliopak, Yogyakarta (28-29 Oktober 2021).
Pada Rakornas tersebut, Lesbumi lahirkan empat rekomendasi penting pada Muktamar NU 34 di lampung nanti.
Di awal pembukaan Rakornas, Ketua Lesbumi PBNU, KH M Jadul Maula yang juga Pengasuh Pesantren Budaya Kaliopak Yogyakarta menyampaikan bahwa Rakornas adalah forum musyawarah tertinggi Lesbumi NU.
“Jika Muktamar merupakan forum musyawarah tertingginya NU, maka Rakornas merupakan forum musyawarah tertingginya Lesbumi”, ungkapnya.
Menurutnya, Rakornas digelar sebagai ajang konsolidasi pengurus Lesbumi NU di semua tingkatan, disamping itu juga sebagai ajang tukar kaweruh dengan membahas dan merumuskan program, arah kebijakan kebudayaan Islam Nusantara.
“Konsolidasi disamping sebagai ajang menyamakan persepsi, menguatkan visi, semangat berkesenian dan berkebudayaan di tengah tantangan global juga membangun kembali ruh Lesbumi berbadan otonom (banom) sebagaimana khittah awal pendiriannya zaman Bapak pendiri, Usmar Ismail, Djamaludin Malaik, Asrul Sani”, mo Tuturnya.
Lesbumi NU, kata dia, tak dapat lagi semata-mata dipandang dan terlebih memandang dirinya sebagai entitas yang mengurus dan merepresentasi kesenian bernuansa Islami saja. Tapi lebih dari itu, yakni memberi arah bagi isi dan rumusan strategis kebudayaan yang jelas berdasarkan pada akar tradisi intelektual khas pesantren yakni sufisme.
“Yang menjunjung tinggi independensi, prinsip juang, keilmuan, keislaman, kebangsaan, kebhinekaan dalam rangka memperkuat baik dalam tubuh NU sendiri maupun perannya dalam ikut membangun peradaban Nusantara”, terangnya.
Berikut ini 4 poin penting rekomendasi dari forum yang melibatkan sejumlah perwakilan Pengurus Wilayah (PW), Pengurus Cabang (PC), serta Pengurus Cabang Internasional (PCI) Lesbumi NU.
Pertama secara substansial, NU didirikan bukan semata-mata untuk menjawab problematika umat yang terkait dengan masalah keagamaan tapi lebih luas dari itu, NU hadir untuk menjawab masalah umat dalam konteks kebudayaan. Ketika NU sebagai penerus dakwah Wali Sanga disebut maka konsekuensinya NU takut alergi menafikan kebudayaan sebagai jalan dakwah. Sudah seharusnya NU berada di garda depan dalam menghimpun dan mengonsolidasi ragam adat istiadat, tradisi dan budaya yang berbasis ketauhidan di Nusantara. Karena satu-satunya aset dari identitas bangsa ini dapat digunakan untuk melawan arus dan penetrasi efektif global adalah kebudayaan; dalam hal ini kebudayaan yang berasal dari sinaran tauhid. Dengan demikian, NU secara jama’ah dan jam’iyyah adalah Jalan Kebudayaan yang berbasis Ketauhidan.
Kedua, dalam kurun waktu 5 tahun, Lesbumi mengalami perkembangan yang pesat. Lesbumi bagai cendawan di musim hujan tumbuh di berbagai daerah secara swadaya. Tercatat saat ini terdapat 8 (delapan) Pengurus Wilayah Lesbumi NU, 116 Pengurus Cabang, 256 Pengurus MWC, 303 Pengurus Anak mengomel, 4 PCI Lesbumi NU di Rusia, Belanda, Riyadh, dan di Western Australia (Perth). Tak hanya itu, sejumlah pondok pesantren, berbagai lembaga pendidikan dan komunitas seni memerlihatkan sikap simpati dan tertarik untuk berkolaborasi bersama bergabung dengan Lesbumi NU. Hal ini disebabkan bahwa gerakan dan gerakan LESBUMI NU diyakini lebih efektif dan efisien dalam mengartikulasikan pesan-pesan keagamaan kepada semua pihak.
Ketiga, dalam rangka membekali wawasan budaya berbasis tauhid kepada pengurus dan anggota, Lesbumi NU sejak Rakornas III telah memiliki wahana kaderisasi. Secara prinsip, wahana kaderisasi diselenggarakan untuk menjelaskan Tujuh Prinsip Kebijaksanaan Kebudayaan (Saptawikrama). Wahana kaderisasi itu bernama Asrama Saptawikrama yang disingkat Astawikrama untuk semua tingkatan pengurus, dan Pesantren Ramadhan Islam Nusantara (PRAMISTARA) untuk santri di pondok pesantren.
Keempat, harapan agar LESBUMI NU kembali menjadi Banom sebagaimana ketika Lesbumi mewujudkan harapan kuat yang berasal dari anak mengomel, mengomel dan cabang wilayah yang membutuhkan garis koordinasi, instruksi dan komunikasi yang lebih efektif dan efisien. Sebagai lembaga otonom, Lesbumi dapat mengatur rumah tangga sendiri sesuai dengan kebijakan yang diatur oleh kebudayaan LESBUMI NU yaitu SAPTAWIKRAMA.
Selain semangat dari semua lapisan pengurus Lesbumi, secara teknis Lesbumi juga sudah memenuhi syarat untuk menjadi badan otonom (Banom); yaitu ketersediaan dan penyebaran LESBUMI NU di berbagai daerah di dalam dan luar negeri. Didukung pula anggota LESBUMI NU di setiap tingkatan 70 persen lebih telah mengikuti program Madrasah Kader NU.
Karena Lesbumi NU di berbagai tingkatan telah membuktikan diri secara mandiri dan swadaya dalam melakukan percepatan upgrade perangkat organisasi dan administrasi, maka Rakornas IV Lesbumi di Pesantren Kaliopak, Yogyakarta merekomendasikan kepada Muktamar 34 untuk meminta LESBUMI kembali menjadi Badan Otonom NU.
Lebih lanjut, hasil Rakornas tersebut, akan dideskripsikan untuk menjadi bahasan di dalam komisi organisasi, Bahtsul Masail Maudhuiyyah, dan komisi program kerja pada Muktamar NU 34 di Lampung.
Svg