Istilah pelakor ‘perebut laki orang’ yang merujuk pada pasangan selingkuh yang dianggap sebagai perusak hubungan rumah tangga, tengah ramai dibicarakan di media sosial, seperti isu perselingkuhan Nissa Sabyan dengan Ayus Sabyan.
Nissa Sabyan santer disebut sebagai pelakor dan orang ketiga dalam rumah tangga keyboardis grup band Sabyan itu.
Sebelumnya, kasus perselingkuhan yang viral juga menyeret politikus dan mantan Wakil Ketua DPRD Sulut James Kojongian.
Namun, seperti dalam kasus Nissa Sabyan, mengapa hanya pelakor atau orang ketiga saja yang disalahkan dalam masalah perselingkuhan?
Seakan penyebab selingkuh itu hanya berasal dari si ‘pelakor’. Faktanya, perselingkuhan tidak akan terjadi, apabila pria tidak membiarkan dirinya untuk terlibat.
Kembali pada budaya yang mengkonstruksi sifat dan peran kelompok gender, yang kemudian menciptakan stereotip atau stigma. Hal ini adalah persepsi nyata yang sudah ada di masyarakat.
Pria diajarkan untuk menjadi karismatik, maskulin dan penuh wibawa, sedangkan wanita seakan diajarkan untuk lemah lembut, penurut dan juga menjadi istri yang baik.
Tentu saat wanita tidak bisa menkonstruksi hal tersebut akan diberi label yang buruk begitu pula laki-laki.
Padahal, perselingkuhan seperti dalam kasus Nissa Sabyan, bukanlah hubungan satu arah, tapi dua arah. Jika perempuannya saja yang disalahkan, hal itu karena perempuan yang selingkuh dianggap tidak sesuai dengan konstruksi sifat dan peran gender tersebut.
Maka, tidak heran jika kebanyakan wanita yang diselingkuhi tidak berani menyalahkan pasangannya melainkan menumpahkan kesalahannya itu pada sang pelakor.
“Kalau kita bicara tentang psikologi wanita yang diselingkuhi, pasti dalam hatinya sangat tersakiti dan kecewa oleh perilaku suaminya itu. Namun sebagai pengalihan dari rasa sakit dan kecewanya, akhirnya dia menyalahkan si pelakor,” ungkap Hening Widyastuti Psikolog Sosial asal Solo ketika dihubungi Kompas.com, Sabtu (20/2/2021).
Lebih lanjut Hening menuturkan, meskipun awalnya menyalahkan pelakor atas perselingkuhan ini, wanita yang diselingkuhi pasti tetap memiliki rasa kecewa terhadap suami.
Dampaknya, terjadi pada kehidupan rumah tangga menjadi dingin dan berujung pada perceraian jika sang wanita tidak bisa menahannya lagi.
Alasan pria selingkuh
Jika kita kilas balik, sebenarnya apa penyebab selingkuh ini terjadi?
Sementara, kebanyakan wanita korban perselingkuhan adalah wanita yang memiliki paras cantik dan tidak kekurangan apapun.
Lantas, apa alasan pria berselingkuh?
“Fenomena selingkuh ini memang bisa terjadi oleh siapa pun dan di mana pun. Mau masih ditaraf pacaran maupun menikah. Semua ini kembali ke masing-masing individu,” jelas Hening.
Status sosial, keadaan ekonomi, maupun profesi tidak menjadi faktor penentu orang untuk tidak melakukan perselingkuhan.
Siapapun bisa melakukan perselingkuhan karena perilaku individu itu sendiri yang tidak bisa mengontrol diri.
“Ketika seorang individu memiliki kontrol diri yang bagus antara emosi, pikiran, dan perilaku tidak akan terjadi perselingkuhan,” kata Hening.
Terlebih jika memiliki kelebihan seperti harta kekayaan dan kekuasaan, hal ini akan menyebabkan individu merasa bisa mendapatkan segalanya dengan bebas.
“Hal ini juga berkaitan dengan sifat dasar manusia yang tidak akan pernah puas dengan apa yang ia miliki,” lanjutnya.
Lebih lanjut Hening menuturkan bahwa, selingkuh adalah kebiasaan yang menjadi penyakit.
Di satu waktu mungkin bisa sembuh, namun kalau individu tersebut tidak bisa berusaha dan berjanji untuk berubah, selingkuh akan terus bisa berulang.
“Jadi selingkuh hanya bisa disembuhkan dari dalam diri individu itu sendiri dan semua pasangan hanya bisa menitipkan pasangannya kepada yang maha kuasa. Kembali lagi, ini semua tidak terlepas dari spiritual masing-masing individu dan juga kontrol diri,” jelas Hening.
Penulis: Dea Syifa Ananda
Editor: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas
Sumber: Kompas.com